Kebun Kopi Tertua di Blitar
Kebun Kopi Tertua di Blitar
Blitar dikenal sebagai salah satu kota yang penuh dengan kenangan sejarah di dalamnya. Terutama sosok proklamator bangsa, Ir. Soekarno, yang dimakamkan di sana. Tak hanya jejak presiden pertama di Indonesia saja ternyata ada juga peninggalan masa kerajaan yang masih eksis hingga hari ini. Saksi bisunya adalah sebuah kebun kopi yang berada di lereng gunung Kawi.
Perjalanan panjang selama ratusan tahun telah dilalui oleh kebun kopi yang bernama Perkebunan Kopi Tugu Kawisari. Perkebunan ini juga menjadi wadah bagi masyarakat sekitar untuk bekerja hingga mendapatkan pemberdayaan yang baik. Berbagai masa pemerintahan telah dialami oleh perkebunan ini. Mulai sejak zaman kerajaan, masa pemerintahan Belanda hingga Indonesia yang kini sudah menjadi negara republik berusia 77 tahun. Berikut sejarah panjang perjalanan kebun kopi tertua ini.
Bibitnya ditanam oleh Pangeran.
Kebun kopi ini berasal dari sebuah bibit yang pertama kali ditanam oleh para Pangeran dan Putri yang sedang melintas dari Blitar dan sekitarnya. Tahun 1845 ditaksir menjadi tahun pertama salah satu bibit kopi ditanam dalam perjalanan ritual para Pangeran menuju gunung Kawi. Sebelum menjadi kebun kopi, lahan yang kini dikelola menjadi Perkebunan Kopi Tugu Kawisari dikenal sebagai Kebon Matjan karena banyak macan-macan Jawa yang berkeliaran di sana. Biji kopi di lahan ini pada awalnya hanya ditebar secara sembarangan dan ternyata berhasil tumbuh subur.
Para Pangeran juga seringkali membawa biji-biji kopi terbaik yang didapatkannya dari benua Afrika. Bibit yang dibawanya disebut-sebut sebagai bibit langka dan hanya diminum oleh kaum bangsawan di Afrika. Melihat bibit yang tumbuh subur, para Pangeran akhirnya mulai memperbanyak tanaman kopi di sepanjang rute perjalanannya menuju puncak Gunung Kawi. Akhirnya kini sepanjang perjalanan dari lereng gunung Kelud hingga menuju puncak Gunung Kawi ditemukan perkebunan kopi yang luas dengan varian kopi yang beragam.
Dikembangkan oleh penjajah Belanda
Setelah banyak pendatang Belanda yang masuk ke Indonesia, saat itu hampir semua area dikuasai oleh pemerintah Belanda. Termasuk kebun kopi yang tumbuh subur secara tak sengaja karena sentuhan tangan Pangeran dari Blitar dan sekitarnya. Pada masa pengelolaan pemerintah Belanda ini ternyata kebun kopi yang awalnya tersebar bisa dikembangkan lebih banyak lagi. Lahan-lahan yang berada di jalur pendakian menuju puncak gunung Kawi dipenuhi oleh tanaman kopi peninggalan para Pangeran tersebut. Berbuah dengan lebat dan menghasilkan biji kopi yang banyak akhirnya biji kopi di Perkebunan Kopi Tugu Kawisari ini disajikan untuk para tamu. Di tengah perkebunan kopi tersebut ada sebuah bangunan onderneming milik klub Societeit de Harmonie di Rijswijk Batavia. Klub tersebut merupakan salah satu klub paling bergengsi di Asia Tenggara yang tergabung oleh pembeli kopi di Perkebunan Kopi Tugu Kawisari selama puluhan tahun. Hingga pada tahun 1870 pemerintah Belanda menerapkan sistem tanam paksa dengan salah satu wilayah kekuasaannya adalah Perkebunan Kopi Tugu Kawisari. Selama ratusan tahun, hasil kebun kopi di sini tidak berani diambil atau dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar karena menganggap harus melakukan ritual berterima kasih kepada nenek moyang karena telah menanam bibit kopi di sini. Kedatangan klub Societeit de Harmonie inilah yang membuat kebun kopi tersebut dipanen untuk pertama kalinya.
Memiliki luas 850 hektar
Perkebunan Kopi Tugu Kawisari berada di atas lahan seluas 850 hektar. Tetapi lahan di sini tidak semuanya ditanam dengan tumbuhan kopi saja. Pemanfaatan
lahan dilakukan secara efektif dengan penanaman berbagai pohon lainnya. Tanaman yang ada di lahan ini juga merupakan peninggalan yang telah ditanam sejak zaman Belanda. Pohon sengon, pohon karet serta tanaman kopi tumbuh secara bersamaan di atas lahan yang berada tepat di lereng gunung Kawi. Lahan seluas 850 hektar ini dibagi menjadi beberapa bagian. Seluas 650 hektar bagian lahannya ditanam khusus untuk berbagai jenis kopi yang menurut keterangan dari Agus ada sekitar 20 jenis varian kopi, sedangkan sisa lahannya yang lain ditanami pohon sengon, karet dan rempah-rempah seperti cengkeh. Perkebunan Kopi Tugu Kawisari ini kini menjadi salah satu perkebunan kopi terbesar dan tertua dengan hasil panen terbanyak di lereng gunung Kawi. Bahkan lahan perkebunan kopi ini juga menjadi salah satu tempat penelitian tanaman dan pengembangan beragam varian kopi secara resmi.
Dikelola bersama warga lokal
Pengelolaan Perkebunan Kopi Tugu Kawisari ini masih menjaga keasliannya hingga hari ini. Masyarakat sekitar masih menjadi target utama yang dikaryakan sejak perkebunan ini dikelola oleh Belanda hingga hari ini. Bedanya, kini tak ada lagi sistem tanam paksa seperti yang diterapkan oleh pemerintah Belanda. Semua pekerja di kebun kopi diberi upah yang sesuai dengan hak mereka. Ketika mengunjungi Perkebunan Kopi Tugu Kawisari, kami melihat sendiri para pekerja kebun kopi yang giat dan berenergi.
Tak hanya pada orang dewasa, di sini juga ada beberapa siswa dan siswi yang sedang melakukan program Praktik Kerja Lapangan. Perkebunan Kopi Tugu Kawisari menjadi suatu lahan yang seolah memang diberkati oleh para nenek moyang sejak masa kerajaan. Pengelolaan dan pengembangan yang tepat membuat kebun kopi ini berubah dari lahan hutan belantara menjadi kebun yang bermanfaat bagi banyak orang. Agus juga mengatakan bahwa di sekitar lereng gunung Kawi hampir semua masyarakatnya menjadi pekerja di Perkebunan Kopi Tugu Kawisari.
Sumber : detikcom